Kamis, 07 November 2013

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA 1 ISOLASI SOSIAL



MAKALAH KEPERAWATAN JIWA 1
ISOLASI SOSIAL

                                                                                                                




DI SUSUN OLEH :
1.      FITRA RISKYANDI
2.      FISMA NOPINI
3.      FRISCHA OCKTAVIA
4.      HOTMAN NATAMA NAINGGOLAN

TINGKAT II NON REGULER 2


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul ISOLASI SOSIAL ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah  Keperawatan Jiwa I di Jurusan Keperawatan Tanjungkarang.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Ibu Sulastri dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya makalah ini.
2.      Rekan-rekan dan semua pihak yag telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.

Bandar Lampung, 15 September  2013
                                                                         
                                                Penyusun



DAFTAR ISI


Halaman Judul ...............................................................................................         
Kata Pengantar ..............................................................................................         
Daftar Isi ........................................................................................................         
BAB I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Rumusan Masalah...............................................................................................            
1.3  Tujuan Masalah ......................................................................................... ..                  
BAB II. LANDASAN TEORI
2.1  Pengertian...........................................................................................................
2.1.1 Persepsi....................................................................................................
2.1.2 Halusinasi ...............................................................................................
3.1  ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI.......          
3.1.1    Halusinasi
BAB III. PENUTUP
3.1  Kesimpulan.........................................................................................................            
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Isolasi sosial adalah dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mau membuat kontrak.(Carpenito, 2006 : hal 389).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang mal adaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan. (Dalami, 2009 : hal 2).

B. Psikodinamika
1. Etiologi
Pada setiap tahap tumbuh kembang individu terdapat tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan hubungan sosial, setiap individu harus melewati masa bayi yang sangat tergantung dengan orang yang terpercaya, masa sekolah anak dimulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya sekolah, masa remaja dimana dekat dengan temannya tapi remaja mengembangkan keininan orang tua dan teman– temannya, masa dewasa muda adalah independent dengan teman atau orang tua individu belajar menerima dan sudah matang dan mempunyai rasa percaya diri, sehingga sudah menjalani hubungan dengan orang lain, masa dewasa tua masa dimana individu akan merasa terbuka karena kehilangan dan mulai menyembunyikan perasaan terkait dengan budaya. Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial maladaptif. Ada pendapat yang mengatakan bahwa individu yang mengalami masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memasahkan dirinya dari orang tua. (Gail, 2006 : hal 276)
Faktor perkembangan biologi dan sosiokultural merupakan faktor predisposisi terjadi perilaku menarik diri, kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, tidak mampu merumuskan kegiatan dan merasa tertekan. Keadaan ini menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari –hari hampir terabaikan. Faktor sosiokultural dan psikologis merupakan faktor presipitasi pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stres seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu yang berhubungan dengan orang lain menyebabkan ansietas. Faktor sosiokultural dapat ditimbilkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya merupakan ansietas . misalnya, karena dirawat di RS. Faktor psikologis dapat menimbulkan ansietas tinggi karena tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.
Perasaan tidak berharga dapat menyebabkan individu makin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan keberhasilan diri. Sehingga individu semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitif antara lain tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi. Halusinasi melatarbelakangi adanya komplikasi.
Komplikasi menurut ( Keliat,2005:hal 2) salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik dir dan Isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang bias dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibat klien menjadi regrensi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri.







C. Rentang Respon Sosial
Rentang respon sosial menurut (Gail W. Stuart ; 2006 hal 277) adalah :
 

     Respons adaptif                                                              Respons maladaptif
   
 

 Menyendiri                 Kesepian                     Manupulasi
 Otonomi                     Menarik                        DiriImpulsif
 Kebersamaan              Ketergantungan          Narkisisme
 Saling ketregantungan

Keterangan rentang respons:
Respons adaptif adalah respons yang diterima oleh norma sosial dan kultural dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal.
Adapun respons adaptif tersebut:
a. Menyendiri
Respons yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan menentukan langkah berikutnya.

b. Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-  ide individu.
c. Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal di mana individu tersebut
mampu untuk memberi dan menerima.
d. Saling Ketergantungan
Saling ketergantungan individu dengan orang lain dalam hubungan interpersonal.
    Respon yang berada di tengah antara sehat – sakit :


a) Kesepian
Berkurangnya keintiman akibat kejadian yang bersifat subjektif sehingga
individu sulit berhubungan dengan orang lain.
b) Menarik diri
Menghindari interaksi dengan orang lain.
c) Ketergantungan
Merasa tergantung dan tidak mampu mengambil keputusan.Respons maladaptif adalah respons yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat.
Karekteristik dari perilaku maladaptif tersebut adalah:
a. Manipulasi
Orang lain diperlakukan seperti objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian, berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan berorientasi pada orang lain.
b. Impulsif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, penilaian yang buruk, tidak dapat diandalkan.
c. Narkisisme
Harga diri yang rapuh secara terus-menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egoisentris, pencemburuan, marah jika orang lain tidak mendukung.

D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Keliat (2005 : hal 3) pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan, tahap pengkajian terdiri dari atas pengumpulan data dan perumusan masalah. Data yang dikumpulkan meliputidata biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi factor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Larry, 2005 :).

a. Faktor Predisposisi
Menurut Dalami (2009 : hal 3) faktor predisposisi antara lain :
1) Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang. Mulai usia bayi sampai dengan dewasa lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan sosial yang positif.Diharapkan setiap tahapan perkembangan dapat dilalui dengan sukses.Sistem keluarga yang tergantung.Dapat berperan dalam perkembangan respons social maladaptif.
Yang paling sering adalah adanya gangguan dalam mencapai tugas perkembangan sehingga individu tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat.
a) Masa bayi : bayi umumnya menggunakan komunikasi yang sangat sederhana dalam menyampaikan kebutuhannya. Karena bayi sangat tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan biologis dan psikologisnya. Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan rasa tidak percaya pada diri sendiri dan orang lain, serta menarik diri.
b) Toodler : mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri.
c) Pra Sekolah :anak menggunakan kemampuan berhubungan yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga. Dalam hal ini, anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga khususnya pemberian positif terhadap perilaku anak yang adaptif. Kegagalan anak dalam berhubungan mengakibatkan anak tidak mampu mengontrol diri, tergantung, ragu, menarik diri dari lingkungan, pesimis.
d).Anak sekolah : pada usia ini anak mulai mengenal bekerjasama, kompetisi, kompromi. Konflik sering terjadi dengan orang tua. Teman dan orang dewasa merupakan sumber pendukung yang penting bagi anak. Kegagalan dalam tahap ini mengakibatkan anak menjadi frustasi, putus asa, merasa tidak mampu, dan menarik diri dari lingkungan.
e) Pra remaja : pada usia ini, anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya dan teman sejenis maupun lawan jenis.Kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan orang tua akan mengakibatkan keraguan akan identitas dan rasa percaya diri yang kurang.
f).Dewasa muda : individu belajar mengambil keputusan dengan memperhatikan saran dan pendapat orang lain seperti memilih pekerjaan, karir, melangsungkan pernikahan.Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus asa akan karir.
g) Dewasa tengah : individu pada usia dewasa tengah umumnya telah menikah. Individu yang perkembangannya baik akan dapat mengembangkan hubungan dan dukungan yang baru.Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada dirinya sendiri, produktivitas dan kreatifitas berkurang, dan perhatian terhadap orang lain berkurang.
h) Dewasa lanjut : individu tetap memerlukan hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan perilaku menarik diri.

2) Faktor Biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respons sosial maladaptive menurut (Gail, 2006 : hal 430). Terjadinya penyakit jiwa pada individu juga dipengaruhi oleh keluarganya disbanding dengan individu yang tidak mempunyai riwayat penyakit terkait.

3) Faktor Sosiokultural
Menurut (Gail,2006 : hal 431) Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan hubungan. Hal ini akibat dari transiensi: norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain atau tidak menghargai anggota masyarakat yang kurang produkstif seperti lanjut usia (lansia), orang cacat, penderita kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
4) Faktor Dalam Keluarga
Menurut (Gail, 2006 : hal 279) pola komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya mengiformasikan hal – hal yang negative akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua pesan yang bertentangan disampaikan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan anak menjadi traumatik dan enggan berkomunikasi dengan orang lain.

b. Faktor Presipitasi
Menurut (Gail, 2006 : hal 280) faktor presipitasi terdiri dari :
1) Stresor Sosiokultural
Stres dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stresor Psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.

c. Manifestasi Klinis
Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial akan ditemukan data objektif meliputi apatis, ekspresi wajah sedih, afek tumpul, menghindar dari orang lain, klien tampak memisahkan diri dari orang lain, komunikasi kurang, klien tampak tidak bercakap – cakap dengan klien orang lain, tidak ada kontak mata atau kontak mata kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam diri di kamar klien. Menolak berhubungan dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari, meniru posisi janin pada saat tidur. Sedangkan untuk data subjektif sukar didapat jika klien menolak komunikasi. Beberapa data subjektif adalah menjawab dengan singkat, dengan kata – kata “ tidak”, “ ya “, dan “tidak tahu”. (Dalami, 2009 : hal 10).
d. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif, menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Gail, 2006 : hal 281). Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian anti sosial antara lain :proyeksi, merendahkan orang lain. Koping ini berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang : formasi reaksi, isolasi, idelisasi orang lain dan merendahkan orang lain.
e. Sumber Koping
Menurut (Gail, 2006 : hal 280), sumber koping berhubungan dengan respon sosial maladaptif meliputi : keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
f. Pohon Masalah
Resiko gangguan sensori persepsi: halusinasiGangguan konsep diri: harga diri rendah

2.Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial
Diagnosa keperawatan adalah idenyifikasi atau penilaian terhadap pola respons klien baik aktual maupun potensial (Keliat, 2005 :hal 7).
1. Isolasi Sosial
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. Resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus. Perawat dapat memberikan alasan ilmiah terbaru dari tindakan yang diberikan. Alasan ilmiah merupakan pengetahuan yang berdasarkan pada literatur, hasil penelitian atau pengalaman praktek.
a. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial
Tujuan Umum:Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Tujuan Khusus (TUK) :
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi: Menunjukan tanda-tanda percaya kepada perawat: wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, bersedia menceritakan perasaannya, bersedia mengungkapkan masalahnya. Rencana tindakan keperawatan
: bina hubungan saling percaya, beri salam setiap berinteraksi,
perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan, tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap berinteraksi, buat kontak interaksi yang jelas, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.
TUK 2: Klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri. Kriteria evaluasi:Klien dapat menyebutkan minimal satupenyebab menarik diri dari orang lain dengan lingkungan. Rencana tindakan keperawatan Tanyakan kepada klien tentang orang yang tinggal serumah atau teman sekamar klien, orang yang paling dekat dengan klien di rumah atau diruang keperawatan, apa yang membuat klien dekat dengan orang tersebut, orang yang tidak dekat dengan klien di rumah atau di ruang keperawatan, apa yang membuat klien tidak dekat dengan orang lain, upaya yang sudah dilakukan agar dekat dengan orang lain, diskusikan dengan klien penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul dengan orang lain, beri pujian terhadap klien megungkapkan perasaannya.
TUK 3: Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian menarik diri. Kriteria Evaluasi: Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian mnearik diri Rencana tindakan keperawatan tanyakan pada klien tentang manfaat hubungan sosial dan kerugian mernarik diri, diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan sosial dan kerugian menarik diri, beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan.
TUK 4: Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.Kriteria evaluasi: Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan perawat, orang lain dan kelompok. Rencana tindakan keperawatan:Observasi prilaku klien saat berhubungan sosial, beri motifasi dan Bantu klien untuk berkenalkan atau berkomunikasi dengan orang lain, libatkan kliendalam terapi aktifitas kelompok sosialisasi, diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien untuk bersosialisasi, beri motifasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai jadwal yang telah dibuat, beri pujian terhadap kemampuan klien memperluas pergaulannya melalui aktivitas yang dilaksanakan.
TUK 5: Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan sosial. Kriteria evaluasi:Klien dapat menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial dengan orang lain. Rencana tindakan keperawatan:diskusikan dengan klien tentang perasaannya setelah berinteraksi dengan orang lain, beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
TUK 6: Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial. Kriteria evaluasi: Keluarga dapat menjelaskan tentang pengertian menarik diri, tanda dan gejala menarik diri, penyebab dan akibat, cara merawat klien menarik diri. Rencana tindak keperawatan: diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi prilaku menarik diri, diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi prilaku enarik diri, latih keluarga dalam merawat klien menarik diri, tanyakan perasaan keluarga agar membantu klien untuk bersosialisasi, beri pujian kepada keluarga atas keterlibatan merawat klien di rumah sakit.
TUK 7:klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria evaluasi: Klien menyebutkan manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping. Setelah tiga kali interaksi klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar. Setelah tiga kali interaksi klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter.Rencana tindakan keperawatan:diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, pantau klien saat penggunaan obat, beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar, diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter, anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
b. Penatalaksanaan Medis
Jenis penatalaksanaan yang biasa dilakukan dalam kelompok penyakit skizofrenia termasuk isolasi sosial adalah :
a) Psikofarmaka
Adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk mengurangi atau menghilangkan gejala – gejala gangguan jiwa. Yang tergolong dalam pengobatan psikofarmaka antara lain :
1) Chlorpromazine (CPZ)
Atas indikasi untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat untuk menilai realistis, waham halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku atau tidak terkendali tidak mampu bekerja. Dengan efek samping hipotesis, epilepsy, kelainan jantung, febris, ketergantungan obat
2) Haloperidol (HLP)
Atas indikasi berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari – hari dengan efek samping yaitu : penyakit hati, penyakit darah       (anemia, leucopenia, agranulositosis), epilepsy, kelainan jantung, febris, dan ketergantungan obat.
3) Tryhexipenidil (THP)
Atas indikasi segala jenis perkinson, termasuk pasca encephalitis dengan efek samping yaitu mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urin. Kontra indikasinya yaitu hipersensitif terhadap tryhexipenidil, glukosa sudut sempit, hipertropi prostate dan obstruksi saluran cerna.
b) Pemeriksaan Penunjang (ECT / Psikotherapy)
Merupakan pengobatan untuk menurunkan kejang grandial yang menghasilkan efek samping tetapi dengan menggunakan arus listrik. Tujuan untuk memperpendek lamanya skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain. Dengan kekuatan 75 – 100 volt, ECT diberikan pada klien dengan indikasi depresi berat dan terapi obat sebelumnya tidak berhasil, klien akan beresiko bunuh diri dan skizofrenia akut.
c) Prinsip Keperawatan
Menerapkan teknik therapeutik, melibatkan keluarga, kontak sering tetapi singkat, peduli, empati, jujur, menepati janji, memenuhi kebutuhan sehari – hari, libatkan klien TAK.

4. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanana tindakan keperawatan merupakan langkah keempat dari proses keperawatan. Dan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini (here and now) (Keliat,2005, hal 17). Jenis Tindakannya seperti :

1) Secara mandiri (independent)
Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya stressor (penyakit). Misalnya ; membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari – hari, memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar, menciptakan lingkungan terapeutik.
2) Saling ketergantungan atau kolaborasi ( interdependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim perawatan atau dengan tim kesehatan lainnya. Seperti dokter, fisioterapi, analis kesehatan, dan sebagainya. Misalnya ; pemberian obat – obatan sesuai dengan intruksi dokter. Jenis dosis dan efek samping menjadi tanggung jawab dokter tetapi pemberian obat sampai atau tidak menjadi tanggung jawab.
3) Rujukan atau ketergantungan ( dependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain, diantaranya : dokter, psikologi, pskiater, ahli gizi, fisioterapi. Misalnya ; terapi aktivitas kelompok.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus – menerus pada respons klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan (Keliat, 2005: hal 17)Hasil yang diharapkan pada klien, yaitu: klien dapat membina hubungan saling percaya dengan orang lain, klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri, klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial, klien dapat melaksanakan hubungan sosial, klien mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial dengan orang lain, kelompok. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial, klien dapat memanfaatkan obat


DAFTAR PUSTAKA
1. Kusuma, Farida dan Hartono.Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika; 2010. p. 2, 2, 2-4, 16 & 8, 5, 16, 120, 128, 128, 132, 136, 138, 148, 50, 50, 51, 52.

2. Videbeck, S. L.. Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Psychiatric Mental Health Nursing). Jakarata: EGC; 2008. p. 3-4.

3. Laporan Tahunan Balai Kalawa Atei : Balai Kesehatan Kelawa Atei Palangka Raya, Tahun 2010. Palangka Raya: Balai Kesehatan Kelawa Atei; 2010. p. 18 & 14.

4. Fitria, Nita. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika; 2009. p. 29, 30, 31, 32, 32-33, 33-35, 35, 37, 36, 36.

5. Mansjoer, Arif. et al. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius; 2000. p. 196, 238, 238, 238.

6. Doenges, M. E. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3. Jakarta: EGC; 2002. p.  6, 8, 10.

7. Nursalam. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktek. Jakarta: Salemba Medika. 2001. p. V, 17, 63, 71.

8. Hidayat, A. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. 2007. p. 98, 124.

9. Christensen, P. J. Proses Keperawatan : Aplikasi Model Konseptual. Terjemahan dari Nursing Process : Application of Conceptual Models, oleh Yuyun Yuningsih.4th ed. Jakarta: EGC; 2009. p. 105, 271, 329, 329, 349.
10. Keliat, Budi Anna, dan Akemat . Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC; 2009. p. 98-108.

11. Potter and Perry. Fundamental Keperawatan. Terjemahan dari Fundamental of Nursing, oleh Adrina Ferderika.7th ed. Jakarta: Salemba Medika.; 2009.  p.83.
12. Townsend, M. C. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri : Rencana Asuhan dan Medikasi Psikotropik. Terjemahan dari Nursing Diagnosas in Psychotropic Medications, oleh Devi Yulianti dan Ayura Yosef. 5th ed. Jakarta: EGC; 2009. p. 3.

1 komentar: