MAKALAH KEPERAWATAN
JIWA 1
ISOLASI
SOSIAL
DI SUSUN OLEH :
1.
FITRA RISKYANDI
2.
FISMA NOPINI
3.
FRISCHA OCKTAVIA
4.
HOTMAN NATAMA NAINGGOLAN
TINGKAT II NON REGULER 2
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
POLTEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun masih diberi
kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
yang berjudul ”ISOLASI
SOSIAL”
ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah Keperawatan
Jiwa I di
Jurusan Keperawatan Tanjungkarang.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Sulastri dosen mata kuliah
Keperawatan Jiwa I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan demi
terselesaikannya makalah ini.
2. Rekan-rekan dan semua pihak yag telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun
harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa
khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan
sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan
pembaca.
Bandar
Lampung, 15 September 2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
Judul ...............................................................................................
Kata
Pengantar ..............................................................................................
Daftar
Isi ........................................................................................................
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan
Masalah...............................................................................................
1.3 Tujuan Masalah ......................................................................................... ..
BAB
II. LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian...........................................................................................................
2.1.1 Persepsi....................................................................................................
2.1.2 Halusinasi ...............................................................................................
3.1 ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI.......
3.1.1 Halusinasi
BAB
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Pengertian
Isolasi sosial adalah dimana individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan keinginan untuk meningkatkan keterlibatan
dengan orang lain tetapi tidak mau membuat kontrak.(Carpenito, 2006 : hal 389).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal
yang terjadi akibat adanya kepribadian yang mal adaptif dan mengganggu fungsi
seseorang dalam berhubungan. (Dalami, 2009 : hal 2).
B.
Psikodinamika
1. Etiologi
Pada setiap tahap tumbuh kembang individu terdapat tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan hubungan sosial,
setiap individu harus melewati masa bayi yang sangat tergantung dengan orang
yang terpercaya, masa sekolah anak dimulai mengenal hubungan yang lebih luas
khususnya sekolah, masa remaja dimana dekat dengan temannya tapi remaja
mengembangkan keininan orang tua dan teman– temannya, masa dewasa muda adalah
independent dengan teman atau orang tua individu belajar menerima dan sudah
matang dan mempunyai rasa percaya diri, sehingga sudah menjalani hubungan
dengan orang lain, masa dewasa tua masa dimana individu akan merasa terbuka
karena kehilangan dan mulai menyembunyikan perasaan terkait dengan budaya.
Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial
maladaptif. Ada pendapat yang mengatakan bahwa individu yang
mengalami masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memasahkan dirinya dari
orang tua. (Gail, 2006 : hal 276)
Faktor perkembangan biologi dan sosiokultural merupakan
faktor predisposisi terjadi perilaku menarik diri, kegagalan perkembangan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu,
takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, tidak
mampu merumuskan kegiatan dan merasa tertekan. Keadaan ini menimbulkan perilaku
tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain,
menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari –hari hampir terabaikan. Faktor
sosiokultural dan psikologis merupakan faktor presipitasi pada umunya mencakup
kejadian kehidupan yang penuh stres seperti kehilangan yang mempengaruhi
kemampuan individu yang berhubungan dengan orang lain menyebabkan ansietas.
Faktor sosiokultural dapat ditimbilkan oleh menurunnya stabilitas unit
keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya merupakan
ansietas . misalnya, karena dirawat di RS. Faktor psikologis dapat menimbulkan
ansietas tinggi karena tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.
Perasaan tidak berharga dapat menyebabkan individu makin
sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi
mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap
penampilan dan keberhasilan diri. Sehingga individu semakin tenggelam dalam perjalanan
dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitif antara lain tingkah laku
yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut
menjadi halusinasi. Halusinasi melatarbelakangi adanya komplikasi.
Komplikasi menurut ( Keliat,2005:hal 2) salah satu gangguan
berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik dir dan Isolasi sosial yang
disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang bias dialami klien dengan latar
belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibat klien menjadi regrensi atau
mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap
penampilan dan kebersihan diri.
C.
Rentang Respon Sosial
Rentang
respon sosial menurut (Gail W. Stuart ; 2006 hal 277) adalah :
Respons adaptif Respons maladaptif
Menyendiri Kesepian Manupulasi
Otonomi Menarik
DiriImpulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling ketregantungan
Keterangan
rentang respons:
Respons adaptif adalah respons yang diterima oleh norma
sosial dan kultural dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas
normal.
Adapun
respons adaptif tersebut:
a.
Menyendiri
Respons yang dibutuhkan untuk
menentukan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan merupakan suatu
cara mengawasi diri dan menentukan langkah berikutnya.
b.
Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk
menentukan dan menyampaikan ide- ide
individu.
c.
Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan
interpersonal di mana individu tersebut
mampu untuk memberi dan menerima.
d.
Saling Ketergantungan
Saling
ketergantungan individu dengan orang lain dalam hubungan interpersonal.
Respon yang berada
di tengah antara sehat – sakit :
a)
Kesepian
Berkurangnya keintiman akibat
kejadian yang bersifat subjektif sehingga
individu sulit berhubungan dengan
orang lain.
b)
Menarik diri
Menghindari
interaksi dengan orang lain.
c)
Ketergantungan
Merasa tergantung dan tidak mampu
mengambil keputusan.Respons maladaptif adalah respons yang dilakukan individu
dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan
suatu tempat.
Karekteristik dari perilaku
maladaptif tersebut adalah:
a.
Manipulasi
Orang lain diperlakukan seperti
objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian, berorientasi pada diri
sendiri atau pada tujuan, bukan berorientasi pada orang lain.
b.
Impulsif
Tidak mampu merencanakan sesuatu,
tidak mampu belajar dari
pengalaman, penilaian yang buruk,
tidak dapat diandalkan.
c.
Narkisisme
Harga diri yang rapuh secara terus-menerus
berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egoisentris, pencemburuan,
marah jika orang lain tidak mendukung.
D.
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian Keperawatan
Menurut Keliat (2005 : hal 3) pengkajian merupakan tahap
awal dan dasar utama dari proses keperawatan, tahap pengkajian terdiri dari
atas pengumpulan data dan perumusan masalah. Data yang dikumpulkan meliputidata
biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi
factor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber
koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Larry, 2005 :).
a.
Faktor Predisposisi
Menurut
Dalami (2009 : hal 3) faktor predisposisi antara lain :
1) Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial
berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang. Mulai usia bayi sampai dengan
dewasa lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan sosial yang positif.Diharapkan
setiap tahapan perkembangan dapat dilalui dengan sukses.Sistem keluarga yang tergantung.Dapat
berperan dalam perkembangan respons social maladaptif.
Yang paling sering adalah adanya gangguan dalam mencapai tugas
perkembangan sehingga individu tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat.
a)
Masa bayi : bayi umumnya menggunakan komunikasi yang sangat sederhana dalam
menyampaikan kebutuhannya. Karena bayi sangat tergantung pada orang lain dalam
pemenuhan kebutuhan biologis dan psikologisnya. Kegagalan pada tahap ini
mengakibatkan rasa tidak percaya pada diri sendiri dan orang lain, serta
menarik diri.
b) Toodler
: mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri.
c)
Pra Sekolah :anak menggunakan kemampuan berhubungan yang telah dimiliki untuk
berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga. Dalam hal ini,
anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga khususnya pemberian positif
terhadap perilaku anak yang adaptif. Kegagalan anak dalam berhubungan
mengakibatkan anak tidak mampu mengontrol diri, tergantung, ragu, menarik diri
dari lingkungan, pesimis.
d).Anak
sekolah : pada usia ini anak mulai mengenal bekerjasama, kompetisi, kompromi.
Konflik sering terjadi dengan orang tua. Teman dan orang dewasa merupakan
sumber pendukung yang penting bagi anak. Kegagalan dalam tahap ini
mengakibatkan anak menjadi frustasi, putus asa, merasa tidak mampu, dan menarik
diri dari lingkungan.
e)
Pra remaja : pada usia ini, anak mengembangkan hubungan intim dengan teman
sebaya dan teman sejenis maupun lawan jenis.Kegagalan membina hubungan dengan
teman dan kurangnya dukungan orang tua akan mengakibatkan keraguan akan
identitas dan rasa percaya diri yang kurang.
f).Dewasa
muda : individu belajar mengambil keputusan dengan memperhatikan saran dan pendapat
orang lain seperti memilih pekerjaan, karir, melangsungkan pernikahan.Kegagalan
pada tahap ini mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi
orang lain, putus asa akan karir.
g) Dewasa tengah : individu pada
usia dewasa tengah umumnya telah menikah. Individu yang perkembangannya baik
akan dapat mengembangkan hubungan dan dukungan yang baru.Kegagalan pada tahap
ini mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada dirinya sendiri,
produktivitas dan kreatifitas berkurang, dan perhatian terhadap orang lain
berkurang.
h) Dewasa lanjut : individu tetap
memerlukan hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Kegagalan pada tahap ini
mengakibatkan perilaku menarik diri.
2) Faktor Biologis
Faktor
genetik dapat berperan dalam respons sosial maladaptive menurut (Gail, 2006 :
hal 430). Terjadinya penyakit jiwa pada individu juga dipengaruhi oleh
keluarganya disbanding dengan individu yang tidak mempunyai riwayat penyakit
terkait.
3) Faktor Sosiokultural
Menurut
(Gail,2006 : hal 431) Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan
hubungan. Hal ini akibat dari transiensi: norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain atau tidak menghargai anggota masyarakat yang kurang
produkstif seperti lanjut usia (lansia), orang cacat, penderita kronis. Isolasi
dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda
dari yang dimiliki budaya mayoritas.
4) Faktor Dalam Keluarga
Menurut
(Gail, 2006 : hal 279) pola komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang
dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya mengiformasikan hal – hal yang
negative akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua pesan
yang bertentangan disampaikan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan
anak menjadi traumatik dan enggan berkomunikasi dengan orang lain.
b. Faktor Presipitasi
Menurut
(Gail, 2006 : hal 280) faktor presipitasi terdiri dari :
1) Stresor Sosiokultural
Stres dapat ditimbulkan oleh
menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti,
misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stresor Psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan
terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan
untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.
c. Manifestasi Klinis
Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial
akan ditemukan data objektif meliputi apatis, ekspresi wajah sedih, afek
tumpul, menghindar dari orang lain, klien tampak memisahkan diri dari orang
lain, komunikasi kurang, klien tampak tidak bercakap – cakap dengan klien orang
lain, tidak ada kontak mata atau kontak mata kurang, klien lebih sering
menunduk, berdiam diri di kamar klien. Menolak berhubungan dengan orang lain,
tidak melakukan kegiatan sehari – hari, meniru posisi janin pada saat tidur.
Sedangkan untuk data subjektif sukar didapat jika klien menolak komunikasi.
Beberapa data subjektif adalah menjawab dengan singkat, dengan kata – kata “
tidak”, “ ya “, dan “tidak tahu”. (Dalami, 2009 : hal 10).
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif,
menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya mengatasi ansietas. Mekanisme
tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Gail, 2006
: hal 281). Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian anti sosial antara
lain :proyeksi, merendahkan orang lain. Koping ini berhubungan dengan gangguan
kepribadian ambang : formasi reaksi, isolasi, idelisasi orang lain dan
merendahkan orang lain.
e. Sumber Koping
Menurut (Gail, 2006 : hal 280), sumber koping berhubungan
dengan respon sosial maladaptif meliputi : keterlibatan dalam hubungan keluarga
yang luas dan teman.
f. Pohon Masalah
Resiko gangguan sensori persepsi: halusinasiGangguan konsep
diri: harga diri rendah
2.Diagnosa Keperawatan: Isolasi
Sosial
Diagnosa keperawatan adalah
idenyifikasi atau penilaian terhadap pola respons klien baik aktual maupun
potensial (Keliat, 2005 :hal 7).
1. Isolasi Sosial
2. Gangguan konsep diri: harga diri
rendah
3. Resiko gangguan sensori persepsi:
halusinasi
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dapat mencapai setiap tujuan khusus. Perawat dapat memberikan alasan ilmiah
terbaru dari tindakan yang diberikan. Alasan ilmiah merupakan pengetahuan yang
berdasarkan pada literatur, hasil penelitian atau pengalaman praktek.
a. Diagnosa Keperawatan: Isolasi
Sosial
Tujuan
Umum:Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Tujuan
Khusus (TUK) :
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria
evaluasi: Menunjukan tanda-tanda percaya kepada perawat: wajah cerah,
tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, bersedia menceritakan perasaannya, bersedia
mengungkapkan masalahnya. Rencana tindakan keperawatan
:
bina hubungan saling percaya, beri salam setiap berinteraksi,
perkenalkan
nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan, tunjukan sikap
jujur dan menepati janji setiap berinteraksi, buat kontak interaksi yang jelas,
dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.
TUK 2: Klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri.
Kriteria evaluasi:Klien dapat menyebutkan minimal satupenyebab menarik diri
dari orang lain dengan lingkungan. Rencana tindakan keperawatan Tanyakan
kepada klien tentang orang yang tinggal serumah atau teman sekamar klien, orang
yang paling dekat dengan klien di rumah atau diruang keperawatan, apa yang
membuat klien dekat dengan orang tersebut, orang yang tidak dekat dengan klien
di rumah atau di ruang keperawatan, apa yang membuat klien tidak dekat dengan
orang lain, upaya yang sudah dilakukan agar dekat dengan orang lain, diskusikan
dengan klien penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul dengan orang lain,
beri pujian terhadap klien megungkapkan perasaannya.
TUK 3: Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial
dan kerugian menarik diri. Kriteria Evaluasi: Klien dapat menyebutkan
keuntungan berhubungan sosial dan kerugian mnearik diri Rencana tindakan
keperawatan tanyakan pada klien tentang manfaat hubungan sosial dan kerugian
mernarik diri, diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan sosial dan
kerugian menarik diri, beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaan.
TUK 4: Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara
bertahap.Kriteria evaluasi: Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara
bertahap dengan perawat, orang lain dan kelompok. Rencana tindakan
keperawatan:Observasi prilaku klien saat berhubungan sosial, beri motifasi dan
Bantu klien untuk berkenalkan atau berkomunikasi dengan orang lain, libatkan
kliendalam terapi aktifitas kelompok sosialisasi, diskusikan jadwal harian yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien untuk bersosialisasi, beri
motifasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai jadwal yang telah dibuat, beri pujian terhadap kemampuan klien memperluas pergaulannya melalui aktivitas
yang dilaksanakan.
TUK 5: Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan
sosial. Kriteria evaluasi:Klien dapat menjelaskan perasaannya setelah
berhubungan sosial dengan orang lain. Rencana tindakan keperawatan:diskusikan
dengan klien tentang perasaannya setelah berinteraksi dengan orang lain, beri
pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
TUK 6: Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas
hubungan sosial. Kriteria evaluasi: Keluarga dapat menjelaskan tentang
pengertian menarik diri, tanda dan gejala menarik diri, penyebab dan akibat,
cara merawat klien menarik diri. Rencana tindak keperawatan: diskusikan
pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi prilaku menarik
diri, diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi prilaku enarik
diri, latih keluarga dalam merawat klien menarik diri, tanyakan perasaan
keluarga agar membantu klien untuk bersosialisasi, beri pujian kepada keluarga
atas keterlibatan merawat klien di rumah sakit.
TUK 7:klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria evaluasi: Klien menyebutkan manfaat minum obat,
kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping.
Setelah tiga kali interaksi klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan
benar. Setelah tiga kali interaksi klien menyebutkan akibat berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter.Rencana tindakan keperawatan:diskusikan dengan klien
tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, pantau klien saat penggunaan
obat, beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar, diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter, anjurkan klien
untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
b. Penatalaksanaan Medis
Jenis penatalaksanaan yang biasa dilakukan dalam kelompok
penyakit skizofrenia termasuk isolasi sosial adalah :
a) Psikofarmaka
Adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala – gejala gangguan jiwa. Yang tergolong
dalam pengobatan psikofarmaka antara lain :
1) Chlorpromazine (CPZ)
Atas indikasi untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat
untuk menilai realistis, waham halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku atau
tidak terkendali tidak mampu bekerja. Dengan efek samping hipotesis, epilepsy, kelainan
jantung, febris, ketergantungan obat
2) Haloperidol (HLP)
Atas indikasi berdaya berat dalam kemampuan menilai realita
dalam fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari – hari dengan efek
samping yaitu : penyakit hati, penyakit darah (anemia,
leucopenia, agranulositosis), epilepsy, kelainan jantung, febris, dan
ketergantungan obat.
3) Tryhexipenidil (THP)
Atas indikasi segala jenis perkinson, termasuk pasca
encephalitis dengan efek samping yaitu mulut kering, penglihatan kabur, pusing,
mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal,
retensi urin. Kontra indikasinya yaitu hipersensitif terhadap tryhexipenidil,
glukosa sudut sempit, hipertropi prostate dan obstruksi saluran cerna.
Merupakan pengobatan untuk menurunkan kejang grandial yang menghasilkan
efek samping tetapi dengan menggunakan arus listrik. Tujuan untuk memperpendek
lamanya skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain. Dengan
kekuatan 75 – 100 volt, ECT diberikan pada klien dengan indikasi depresi berat
dan terapi obat sebelumnya tidak berhasil, klien akan beresiko bunuh diri dan
skizofrenia akut.
c) Prinsip
Keperawatan
Menerapkan teknik therapeutik, melibatkan keluarga, kontak
sering tetapi singkat, peduli, empati, jujur, menepati janji, memenuhi
kebutuhan sehari – hari, libatkan klien TAK.
4.
Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanana tindakan keperawatan merupakan langkah keempat
dari proses keperawatan. Dan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat
perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan oleh klien saat ini (here and now) (Keliat,2005, hal 17). Jenis
Tindakannya seperti :
1) Secara
mandiri (independent)
Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk
membantu klien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya
stressor (penyakit). Misalnya ; membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari
– hari, memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya secara wajar, menciptakan lingkungan terapeutik.
2) Saling
ketergantungan atau kolaborasi ( interdependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim
perawatan atau dengan tim kesehatan lainnya. Seperti dokter, fisioterapi,
analis kesehatan, dan sebagainya. Misalnya ; pemberian obat – obatan sesuai
dengan intruksi dokter. Jenis dosis dan efek samping menjadi tanggung jawab
dokter tetapi pemberian obat sampai atau tidak menjadi tanggung jawab.
3)
Rujukan atau ketergantungan ( dependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi
lain, diantaranya : dokter, psikologi, pskiater, ahli gizi, fisioterapi.
Misalnya ; terapi aktivitas kelompok.
5.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi
adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien. Evaluasi dilakukan terus – menerus pada respons klien terhadap tindakan
keperawatan yang dilaksanakan (Keliat, 2005: hal 17)Hasil yang diharapkan pada
klien, yaitu: klien dapat membina hubungan saling percaya dengan orang lain,
klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri, klien dapat menyebutkan
keuntungan berhubungan sosial, klien dapat melaksanakan hubungan sosial, klien
mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial dengan orang lain,
kelompok. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial,
klien dapat memanfaatkan obat
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusuma, Farida dan Hartono.Buku
Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika; 2010. p. 2, 2, 2-4, 16 & 8,
5, 16, 120, 128, 128, 132, 136, 138, 148, 50, 50, 51, 52.
2. Videbeck, S. L.. Buku Ajar
Keperawatan Jiwa (Psychiatric Mental Health Nursing). Jakarata: EGC; 2008. p.
3-4.
3. Laporan Tahunan Balai Kalawa Atei
: Balai Kesehatan Kelawa Atei Palangka Raya, Tahun 2010. Palangka Raya: Balai
Kesehatan Kelawa Atei; 2010. p. 18 & 14.
4. Fitria, Nita. Prinsip Dasar dan
Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika; 2009. p. 29, 30, 31, 32,
32-33, 33-35, 35, 37, 36, 36.
5. Mansjoer, Arif. et al. Kapita
Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius; 2000. p. 196,
238, 238, 238.
6. Doenges, M. E. Rencana Asuhan
Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien),
Edisi 3. Jakarta: EGC; 2002. p. 6, 8, 10.
7. Nursalam. Proses dan Dokumentasi
Keperawatan Konsep dan Praktek. Jakarta: Salemba Medika. 2001. p. V, 17, 63,
71.
8. Hidayat, A. Pengantar Konsep
Dasar Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. 2007. p. 98, 124.
9. Christensen, P. J. Proses
Keperawatan : Aplikasi Model Konseptual. Terjemahan dari Nursing Process :
Application of Conceptual Models, oleh Yuyun Yuningsih.4th ed. Jakarta: EGC;
2009. p. 105, 271, 329, 329, 349.
10. Keliat, Budi Anna, dan Akemat .
Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC; 2009. p. 98-108.
11. Potter and Perry. Fundamental
Keperawatan. Terjemahan dari Fundamental of Nursing, oleh Adrina Ferderika.7th
ed. Jakarta: Salemba Medika.; 2009. p.83.
12. Townsend, M. C. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan Psikiatri : Rencana Asuhan dan Medikasi Psikotropik. Terjemahan
dari Nursing Diagnosas in Psychotropic Medications, oleh Devi Yulianti dan
Ayura Yosef. 5th ed. Jakarta: EGC; 2009. p. 3.
mantap..semoga bermanfaat :)
BalasHapus