Kamis, 07 November 2013

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA RESIKO PERILAKU KEKERASAN


MAKALAH KEPERWATAN JIWA “RESIKO PERILAKU KEKERASAN”

Disusun Oleh KELOMPOK 4:
IMAM FAHRUROZI
JIMMY IRDA PRATAMA
KETRIN INDRIANI
KODRI

KELAS NON REGULER II TINGKAT II

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat Nya penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “RESIKO PERILAKU KEKERASAN” ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah Keperawatan Jiwa di Jurusan Keperawatan.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
·         IBU SULASTRI selaku dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya makalah ini.
·         Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.


                                                                                    TANJUNG KARANG, SEPTEMBER 2013


                                                                                                            PENULIS





DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan :
            Latar Belakang
            Tujuan Permasalahan
            Sistematika

BAB II Pembahasan :
            Pengertian Marah
Pengertian Perilaku Kekerasan
Rentang Respons Marah
Faktor Predisposisi & Presipitasi
Proses Marah
Gejala Marah
Mekanisme Koping
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

BAB III Penutup
            Kesimpulan
            Saran




BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi, dan intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku kekerasan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap kecemasan yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini, peran serta keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.
2.      Tujuan Penulisan
a.      Tujuan umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mengerti dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien perilaku kekerasan.
b.      Tujuan Khusus
            Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
Melakukan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan
Merumuskan diagnosa untuk klien dengan perilaku kekerasan
Membuat perencanaan untuk klien dengan perilaku kekerasan
Melakukan implementasi pada klien dengan perilaku kekerasan
Membuat evaluasi pada klien dengan perilaku kekerasan.
3.      Sistematika
Untuk menghindari luas masalah maka dalam penyusunan makalah ini kelompok mengkhususkan  pembahasan tentang penatalaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasan. Asuhan keperawatan ini hanya menerapkan proses keperawatan melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, implementasi, dan evaluasi pada kasus perilaku kekerasan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Marah
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996). Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
1.      Frustasi: sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2.      Hilangnya harga diri:  pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3.      Kebutuhan akan status dan prestise: Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
Tanda dan Gejala:
1.      Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
2.      Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
3.      Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
4.      Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
5.      Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya. (Budiana Keliat, 1999)
2.2. Pengertian Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993).
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1.      Memperlihatkan permusuhan
2.      Mendekati orang lain dengan ancaman
3.      Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4.      Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5.      Mempunyai rencana untuk melukai
2.3. Rentang Respons Marah
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6).
1.      Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2.      Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3.      Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
4.      Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
5.      Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
2.4. Faktor Predisposisi
Faktor psikologis
1.                  Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotifasi PK.
2.      Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak menyenangkan
3.      Frustasi.
4.      Kekerasan dalam rumah atau keluarga.

2.5. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
1. Klien           : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi      : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam, baik internal dari perusahaan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
3. Lingkungan : panas, padat, dan bising.
A.    Tanda dan gejala
1.      Fisik
2.      Mata melotot
3.      Pandangan tajam
4.      Tangan mengepal
5.      Rahang mengatup
6.      Wajah memerah
7.      Postur tubuh kaku

B.     Verbal
1.      Mengancam
2.        Mengumpat dengan kata-kata kotor
3.        Suara keras
4.        Bicara kasar, ketus
C.     Perilaku
1.      Menyerang orang
2.        Melukai diri sendiri/orang lain
3.        Merusak lingkungan
4.        Amuk/agresif

2.6. Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.




2.7. Gejala Marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah:
1.      Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
2.      Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
3.      Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.

2.8. Perilaku Kekerasan
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1.      Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2.      Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
3.      Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
4.      Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

2.9. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
1.      Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2.      Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3.      Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4.      Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5.      Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

2.9.1.      Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah. Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian
            a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
 b, Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
            c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
            e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
Pohon masalah
         Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
         Perilaku kekerasan
         Gangguan konsep diri : harga diri rendah



 2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk.
                        a. Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
                        b. Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
            2. Perilaku kekerasan / amuk dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.
 a. Data Subjektif :
                        Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Objektif
                        1. Mata merah, wajah agak merah.
                        2. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
                        3. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
                        4. Merusak dan melempar barang barang.
3. Rencana tindakan keperawatan/intervensi
Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi perawat dalam melakukan intervensi yang tepat. Pada karya tulis ini akan diuraikan rencana tindakan keperawatan pada diagnosa :
1.      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6. Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
7. Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
8. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
9. Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
1.      Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.      Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
3.      Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal.
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
4.      Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
5.      Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
6.      Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
7.      Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
8.      Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
9.      Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
10.  Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
11.  Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
12.  Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
13.  Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
14.  Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
a. Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
            b. Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
c. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
d. Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
15.  Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
16.  Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
17.  Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
18.  Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
19.  Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
20.  Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
21.  Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku klien.
22.  Jelaskan cara-cara merawat klien.Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif. Sikap tenang, bicara tenang dan jelas. Bantu keluarga mengenal penyebab marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama
23.  Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.
24.  Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
25.  Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ, haloperidol, Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.
26.  Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
27.  Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain :

Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4. Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan keperawatan :
1.      Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.      Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
3.      Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
4.      Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5.      Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
6.      Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
7.      Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.
8.      Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
9.      Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.
10.  Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.
11.  Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
12.  Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
13.  Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
14.  Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
15.  Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
16.  Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien secara bersama.
Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan harga diri rendah.
17.  Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien.

4.Implementasi
Ada 5 prinsip utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien khususnya, pada kien amuk/ kekerasan yaitu:
a.       Psikoterapiutik
1)      Membina hubungan saling percaya
2)      Membantu meningkatkan harga diri
3)      Membantu koping klien
b.      Lingkungan terapiutik
     1)    Lingkungan yang bersahabat
     2)      Pujian atas keberhasilan klien
c.       Kegiatan hidup sehari-hari
     1)      Membantu memenuhi aktivitas sehari-hari
     2)      Membimbing klien dalam perawatan diri.
d.      Somatik
Memberi obat sesuai ketentuan, membujuk klien untuk minum obat.
     Pendidikan kesehatan :
     1)      Membantu klien mengenal penyakitnya.
     2)      Mengikutsertakan keluarga dalam mengatasi masalah klien.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengukur tujuan dan kriteria yang sudah tercapai dan yang belum sehingga dapat menentukan intervensi lebih lanjut. Bentuk evaluasi yang positif adalah sebagai brikut :
  1. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan.
  2. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut.
  3. Sudahkah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada orang lain.
  4. Buatlah komentar yang kritikal.
  5. Apakah klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang berbeda.
  6. Klien mampu menggunakan aktifitas secara fisik untuk mengurangi perasaan marahnya.
  7. Konsep diri klien sudah meningkat.
  8. Kemandirian berpikir dan aktivitas meningkat.




BAB III
PENUTUPAN
3.1.  KESIMPULAN
Perilaku kekerasan atau tindak kekerasan merupakan ungkapan perasaan marah dan bermusuhan sebagai respon terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3.2. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas saran yang dapat kami buat yaitu untuk lebih memperdalam lagi tentang asuhan keperawatan dengan resiko perilaku kekerasan dan perilaku kekerasan karena dalam makalah kami tentunya masih banyak kekurangannya.
















DAFTAR PUSTAKA
Budi Anna Kelliat, 2005, “Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa”, Jakarta. EGC
Keliat, B.A. (1999). “Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial, Menarik diri”.          Jakarta : FKUI
Keliat, B.A. (1999). “Proses Keperawatan Jiwa”. Jakarta :EGC
Stuart GW, Sunden . 1998 . “Buku Saku Keperawatan Jiwa” . Jakarta EGC
Maramis, WF.1998, Proses keperawatan Kesehatan jiwa, (Terjemahan ).Penerbit Buku Kedokteran,EGC, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar