MAKALAH KEPERWATAN JIWA “RESIKO PERILAKU
KEKERASAN”
Disusun Oleh KELOMPOK 4:
IMAM FAHRUROZI
JIMMY IRDA PRATAMA
KETRIN INDRIANI
KODRI
KELAS NON REGULER II TINGKAT II
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat
dan rahmat Nya penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “RESIKO PERILAKU
KEKERASAN” ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah Keperawatan
Jiwa di Jurusan Keperawatan.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima
kasih kepada :
·
IBU SULASTRI selaku
dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
demi terselesaikannya makalah ini.
·
Rekan-rekan dan semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini
tidaklah sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat
dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan
masyarakat dan pembaca.
TANJUNG
KARANG, SEPTEMBER 2013
PENULIS
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar
Daftar
Isi
BAB
I Pendahuluan :
Latar
Belakang
Tujuan
Permasalahan
Sistematika
BAB
II Pembahasan :
Pengertian Marah
Pengertian
Perilaku Kekerasan
Rentang
Respons Marah
Faktor
Predisposisi & Presipitasi
Proses Marah
Gejala Marah
Mekanisme
Koping
Konsep Dasar
Asuhan Keperawatan
BAB
III Penutup
Kesimpulan
Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib,
sehingga penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang
berhubungan dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang
terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi,
dan intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku kekerasan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu
respon terhadap kecemasan yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan
individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya
sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah dan
bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini, peran
serta keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan ujung tombak dalam
pelayanan kesehatan jiwa.
2. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Setelah
membahas kasus ini diharapkan mengerti dan memberikan asuhan keperawatan pada
pasien perilaku kekerasan.
b. Tujuan Khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
Melakukan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan
Merumuskan diagnosa untuk klien dengan perilaku kekerasan
Membuat perencanaan untuk klien dengan perilaku kekerasan
Melakukan implementasi pada klien dengan perilaku kekerasan
Membuat evaluasi pada klien dengan perilaku kekerasan.
3. Sistematika
Untuk menghindari luas masalah maka
dalam penyusunan makalah ini kelompok mengkhususkan pembahasan tentang
penatalaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasan. Asuhan keperawatan ini
hanya menerapkan proses keperawatan melalui tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, implementasi, dan evaluasi pada kasus perilaku kekerasan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Marah
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang
timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman
(Keliat, 1996). Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan
mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan
individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk
itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi
positif marah.
Menurut Stearen kemarahan adalah
kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit
hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan
yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang
tidak terpenuhi.
1. Frustasi:
sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas.
Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa
mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2. Hilangnya harga
diri: pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk
dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut
mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung,
lekas marah, dan sebagainya.
3. Kebutuhan akan
status dan prestise: Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk
mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
Tanda dan Gejala:
1. Perasaan malu
terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut
botak karena terapi)
2. Rasa bersalah
terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
3. Gangguan
hubungan sosial (menarik diri)
4. Percaya diri
kurang (sukar mengambil keputusan)
5. Mencederai diri
(akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien
akan mengakiri kehidupannya. (Budiana Keliat, 1999)
2.2. Pengertian Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan
dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et
al, 1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih
menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya
disebut dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993).
Klien dengan perilaku kekerasan dapat
menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan
permusuhan
2. Mendekati orang
lain dengan ancaman
3. Memberikan
kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang
lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai
rencana untuk melukai
2.3. Rentang Respons Marah
Respons kemarahan dapat berfluktuasi
dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan
sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6).
1. Assertif adalah
mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa
merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah
respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat
dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat
menimbulkan kemarahan.
3. Pasif adalah
respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
4. Agresif merupakan
perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang
agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa
setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
5. Mengamuk adalah
rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada
keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
2.4. Faktor Predisposisi
Faktor psikologis
1. Terdapat asumsi
bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan akan timbul
dorongan agresif yang memotifasi PK.
2. Berdasarkan
penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak menyenangkan
3. Frustasi.
4. Kekerasan dalam
rumah atau keluarga.
2.5. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika
dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman
konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut.
1. Klien
: kelemahan fisik,
keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh agresif, dan masa lalu
yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi : penghinaan,
kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam, baik
internal dari perusahaan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
3. Lingkungan : panas, padat, dan
bising.
A. Tanda dan gejala
1. Fisik
2. Mata melotot
3. Pandangan tajam
4. Tangan mengepal
5. Rahang mengatup
6. Wajah memerah
7. Postur tubuh
kaku
B. Verbal
1. Mengancam
2. Mengumpat
dengan kata-kata kotor
3. Suara keras
4. Bicara kasar,
ketus
C. Perilaku
1. Menyerang orang
2. Melukai diri
sendiri/orang lain
3. Merusak lingkungan
4. Amuk/agresif
2.6. Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian
kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat
menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan
terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
2.7. Gejala Marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai
bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam
seribu bahasa. Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien
dalam keadaan marah diantaranya adalah:
1. Perubahan
fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat,
tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang
konstipasi, refleks tendon tinggi.
2. Perubahan
emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak
tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
3. Perubahan
perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk,
nada suara keras dan kasar.
2.8. Perilaku Kekerasan
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku
kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau
menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis
timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin
yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil
melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine
dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan
otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai
reflek yang cepat.
2. Menyatakan
secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan
individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif,
agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini
dapat juga untuk pengembangan diri klien.
3. Memberontak
(acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai
akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku
kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang
ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
2.9. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang
diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah
langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart
dan Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi :
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi :
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik.
Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi :
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
4. Reaksi formasi
: Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan
sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang
tersebut dengan kasar.
5. Displacement :
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
2.9.1. Konsep Dasar
Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan dilakukan dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi 4 tahapan yaitu :
Pengkajian, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang
masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan
professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah. Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut :
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah. Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena
kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga
tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran
urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat
marah bertambah.
b, Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak
nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang
lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup
individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat
penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam
proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien
marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,
diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya,
konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan
orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah
laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan
kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak
mengikuti aturan.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral
mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan
norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan
amoral dan rasa tidak berdosa.
Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data
objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi klien dan dengan
memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari
masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa
keperawatan.
Pohon masalah
Resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perilaku
kekerasan
Gangguan konsep
diri : harga diri rendah
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk.
a. Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel
kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak
lingkungannya.
b. Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar
barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Perilaku kekerasan / amuk dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.
a. Data Subjektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah. Riwayat perilaku kekerasan
atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Objektif
1. Mata merah, wajah agak merah.
2. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4. Merusak dan melempar barang barang.
3. Rencana tindakan
keperawatan/intervensi
Perencanaan tindakan keperawatan adalah
merupakan suatu pedoman bagi perawat dalam melakukan intervensi yang tepat.
Pada karya tulis ini akan diuraikan rencana tindakan keperawatan pada diagnosa
:
1. Resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain /
lingkungan.
Tujuan khusus :
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan.
3. Klien dapat mengidentifikasi
tanda-tanda perilaku kekerasan.
4. Klien dapat mengidentifikasi
perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan.
6. Klien dapat melakukan cara berespons
terhadap kemarahan secara konstruktif.
7. Klien dapat mendemonstrasikan sikap
perilaku kekerasan.
8. Klien dapat dukungan keluarga dalam
mengontrol perilaku kekerasan.
9. Klien dapat menggunakan obat yang
benar.
Tindakan keperawatan :
1. Bina hubungan
saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri,
beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang
aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka
pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2. Beri kesempatan
pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat
untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
3. Bantu untuk
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal.
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan
yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir
penyelesaian persoalan.
4. Anjurkan klien
mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
5. Observasi tanda
perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien
sehingga memudahkan untuk intervensi.
6. Simpulkan
bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
7. Anjurkan klien
untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
8. Bantu klien
bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
9. Bicarakan
dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
10. Bicarakan
akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
11. Bersama klien
menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
12. Tanyakan pada klien
“apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
13. Berikan pujian
jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif,
meningkatkan harga diri klien.
14. Diskusikan
dengan klien cara lain yang sehat.
a. Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol /
kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b. Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
c. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah
yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
d. Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang,
meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah
mengontrol kemarahan klien.
15. Bantu klien
memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara
mengontrol perilaku kekerasan.
16. Bantu klien
mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang
diberikan.
17. Bantu klien
untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang
sehat.
18. Beri
reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
19. Anjurkan klien
untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
20. Identifikasi
kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan
kepada klien.
21. Jelaskan peran
serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan
dalam perubahan perilaku klien.
22. Jelaskan
cara-cara merawat klien.Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan
secara konstruktif. Sikap tenang, bicara tenang dan jelas. Bantu keluarga
mengenal penyebab marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam
merawat klien secara bersama
23. Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara merawat klien.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan
cara yang dianjurkan.
24. Bantu keluarga
mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
25. Jelaskan pada
klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ,
haloperidol, Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga
tentang obat dan fungsinya.
26. Diskusikan
manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
27. Perilaku
kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain :
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain :
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang
positif yang dimiliki.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4. Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan
sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit
dan kemampuannya.
Tindakan keperawatan :
1. Bina hubungan
saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2. Diskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal
positif yang masih dimiliki klien.
3. Setiap bertemu
klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan
semangat klien dalam hidupnya.
4. Utamakan
memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5. Diskusikan
dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
6. Diskusikan
kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
7. Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan
merasa diperhatikan.
8. Minta klien
untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
9. Bantu klien
melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan
kegiatan.
10. Beri pujian
atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk
berbuat lebih baik.
11. Diskusikan
jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar
berlatih secara teratur.
12. Beri kesempatan
pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
13. Beri pujian
atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan harga diri
klien.
14. Diskusikan
kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang
diharapkan.
15. Beri pendidikan
kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
16. Rasional :
meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien secara bersama.
Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam
membantu klien meningkatkan harga diri rendah.
17. Bantu keluarga
menyiapkan lingkungan di rumah.
Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien.
4.Implementasi
Ada 5 prinsip utama dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan pada klien khususnya, pada kien amuk/ kekerasan yaitu:
a. Psikoterapiutik
1)
Membina hubungan
saling percaya
2)
Membantu
meningkatkan harga diri
3)
Membantu koping
klien
b. Lingkungan
terapiutik
1) Lingkungan
yang bersahabat
2)
Pujian atas
keberhasilan klien
c. Kegiatan hidup
sehari-hari
1)
Membantu
memenuhi aktivitas sehari-hari
2)
Membimbing
klien dalam perawatan diri.
d. Somatik
Memberi obat sesuai ketentuan, membujuk
klien untuk minum obat.
Pendidikan kesehatan :
1)
Membantu klien
mengenal penyakitnya.
2)
Mengikutsertakan
keluarga dalam mengatasi masalah klien.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengukur
tujuan dan kriteria yang sudah tercapai dan yang belum sehingga dapat
menentukan intervensi lebih lanjut. Bentuk evaluasi yang positif adalah sebagai
brikut :
- Identifikasi
situasi yang dapat membangkitkan kemarahan.
- Bagaimana
keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut.
- Sudahkah
klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada orang lain.
- Buatlah
komentar yang kritikal.
- Apakah klien
sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang berbeda.
- Klien
mampu menggunakan aktifitas secara fisik untuk mengurangi perasaan
marahnya.
- Konsep
diri klien sudah meningkat.
- Kemandirian
berpikir dan aktivitas meningkat.
BAB III
PENUTUPAN
3.1. KESIMPULAN
Perilaku kekerasan atau tindak kekerasan merupakan
ungkapan perasaan marah dan bermusuhan sebagai respon terhadap
kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang mengakibatkan hilangnya kontrol
diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan
yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3.2. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas saran
yang dapat kami buat yaitu untuk lebih memperdalam lagi tentang asuhan
keperawatan dengan resiko perilaku kekerasan dan perilaku kekerasan karena
dalam makalah kami tentunya masih banyak kekurangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Anna Kelliat, 2005, “Proses
Keperawatan Kesehatan Jiwa”, Jakarta. EGC
Keliat, B.A. (1999). “Asuhan Klien
Gangguan Hubungan Sosial, Menarik
diri”. Jakarta : FKUI
Keliat, B.A. (1999). “Proses
Keperawatan Jiwa”. Jakarta :EGC
Stuart GW, Sunden . 1998 . “Buku
Saku Keperawatan Jiwa” . Jakarta EGC
Maramis,
WF.1998, Proses keperawatan Kesehatan jiwa, (Terjemahan ).Penerbit Buku
Kedokteran,EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar